Jumat, 11 Mei 2012

Tak Sekedar Islam


Islam adalah sebuah ajaran yang di dalamnya terkandung hukum-hukum yang bersifat Robbaniyah. Karena, ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya merupakan ilmu yang bersumber dari Rabb, Allah swt. Islam mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa beribadah kepada Allah swt, karena itulah satu-satunya tujuan atas diciptakannya manusia oleh Allah swt.




Mengingat Islam merupakan satu-satunya ajaran yang bersifat Robbaniyah, yang bersumber dari Dzat Yang Maha Sempurna, maka tidak heran jika ilmu Islam itu tiada pernah ada batasnya. Tidak akan pernah habis walau berapapun makhluk yang menggalinya, walau berapapun waktu yang akan dihabiskannya. Karena Islam adalah gudang utama Sang Pemilik Ilmu.

Islam memang ajaran yang sangat sempurna, ilmunya tiada habis dan tiada batasnya, begitu pula dengan hukum dan peraturannya yang mencakup segala aspek kehidupan dengan berbagai tingkatan. Namun secara sederhana dapat dikatakan, di dalam Islam itu terdapat tingkatan wajib, sunnah, mubah, halal, haram, dan syubhat. Bagaimana kita dalam menyikapi tingkatan-tingkatan hukum tersebut, itulah yang nantinya akan menentukan kualitas keislaman kita, apakah hanya sebatas label, standar, atau TAK SEKEDAR ISLAM.
Islam sebatas label adalah umat Islam yang saat ini banyak berkeliaran dan biasanya lebih dikenal dengan sebutan Islam KTP. Mereka adalah orang-orang yang memanfaatkan nama Islam untuk mendapatkan legalitas kependudukan dan pengakuan hukum kenegaraan. Namun mereka tidak mau menjalankan hukum-hukum yang telah diperintahkan di dalam ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai umat Islam hanya dengan bermodalkan selembar KTP, namun mereka tidak pernah mau mempelajari dan mengaplikasikan perintah dan larangan yang terdapat di dalam ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang yang menipu diri mereka sendiri.
Islam standar adalah mereka yang senantiasa menjalankan perintah dan larangan Allah swt, namun masih hanya sebatas yang wajib dan yang sunnah saja. Umat Islam seperti ini biasanya cenderung masih suka pilah-pilih. Mereka merasa cukup hanya dengan menjalankan perintah Allah swt yang bersifat wajib dan meninggalkan larangan Allah swt yang bersifat haram, sedangkan perintah sunnahnya masih bolong-bolong atau bahkan kosong dan yang syubhat pun masih di terabas.


Umat Islam standar biasanya merasa cukup hanya dengan mengerjakan sholat fardhu sehari semalam lima waktu, Puasa di bulan Ramadhan, dan ibadah lain yang tingkatan hukumnya wajib. Sedangkan ibadah sunnah mereka anggap hanya sebagai pelengkap saja, tidak terlalu penting dan tidak mau memperjuangkannya. Dengan melakukan segala yang wajib dan meninggalkan segala yang haram dengan benar, mereka sudah merasa lebih baik.
Kemudian, yang dimaksud dengan umat Islam yang TAK SEKEDAR ISLAM adalah mereka yang senantiasa memperjuangkan hukum-hukum Islam dengan segala tingkatannya dengan sebaik-baiknya, tanpa pilah-pilih. Mereka menjalankan yang wajib, mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram. Tidak hanya itu, yang membuat mereka menjadi umat Islam yang TAK SEKEDAR ISLAM adalah mereka pun senantiasa memperjuangkan perintah-perintah sunnah, semaksimal mungkin meninggalkan yang mubah dan menjauhi perkara syubhat.


Segala sesuatau yang menjadi ridho Allah swt, itulah yang senantiasa mereka perjuangkan. Dan segala sesuatu yang menjadi kebencian Allah swt, maka itulah yang selalu mereka jauhi.

Banyak umat Islam yang saat ini sudah merasa puas atau merasa lebih baik dari yang lain hanya karena ia telah mampu mengerjakan sholat fardhu sehari semalam tepat pada waktunya, dan menjalankan puasa di bulan Ramadhan dengan baik. Padahal secara logika, hal itu adalah perkara yang wajar, bukan sesuatu yang istimewa, kenapa? Karena ibarat kata pepatah, “Di mana bumi dipijak, di sanalah bumi dijunjung”, di manapun kita berada maka peraturan di sanalah yang harus dijalankan.

Seorang muslim adalah seseorang yang telah berada di dalam naungan Islam, maka sudah sewajarnyalah kalau ia mau dan mampu menjalan perintah-perintah wajib dengan baik. Kalau ia tidak mau atau tidak mampu (tanpa alasan yang syar’i), maka ia tidak layak hidup dalam naungan Islam.

Ibarat seorang pedagang yang menjual minyak goreng dengan harga Rp. 10.000 / liter. Ketika ada pelanggan yang membeli minyak satu liter, maka sang pedagang pun akan memberikan minyak sebanyak satu liter tentu saja dengan harga Rp. 10.000,-. Nah, di sini sang pedagang tidak memiliki kelebihan apa-apa, alias pedagang yang menjual barangnya dengan harga dan takaran standar. Karena sang pedagang memang telah memberikan minyak dengan takaran dan harga yang standar.

Namun, lain halnya jika ada seorang pedagang yang kemudian memberikan kelebihan takaran dengan harga yang sama atau lebih murah, atau memberikan harga lebih murah dengan takaran yang sama atau bahkan lebih besar, maka ialah yang akan mendapatkan gelar bukan pedagang standar, ia memiliki kelebihan.

Intinya, untuk menjadi seorang muslim yang TAK SEKEDAR ISLAM, kita harus senantiasa mencari dan memperjuangkan seluruh hukum-hukum Islam secara menyeluruh dengan sebaik-baiknya. Dan seorang muslim barulah akan mendapat sebutan spesial, lebih baik, atau TAK SEKEDAR ISLAM di hadapan Allah swt manakala ia mampu memberikan dedikasi yang lebih kepada Allah swt, yaitu tidak hanya dengan menjalankan segala aturan Islam yang wajib dengan baik, hanya mengambil yang halal atau meninggalkan yang haram saja, tetapi juga selalu berjuang untuk menjauhi perkara yang syubhat dan senantiasa menjalankan sunnah. Selalu memperjuangkan ridho Allah swt.

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Imran:31)

Petikan ayat di atas jelas sekali memerintahkan umat Islam untuk mengikuti segala hukum Allah swt yang terdapat di dalam ajaran Islam yang telah disampaikan melalui Rasulullah Muhammad saw, tidak pilah-pilih atau pilih kasih.

Demikian. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar