Setelah peristiwa berdarah itu, tidak ada yang berani mendekati kediaman Khalifah Utsman bin Affan. Sedangkan jenazah Khalifah harus dimandikan, dishalatkan, dan dimakamkan.
Nailah mengirim utusan kepada Jubair bin Hizam dan Huwaitib bin Abd Uzza untuk mengurus jenazah. Namun, mereka tidak berani memakamkan di siang hari. Pemakamanan khalifah setelah Umar bin Khathab ini dilakukan antara Maghrib dan Isya. Nailah mendahului sambil membawa lampu kecil untuk penerangan.
Kesyahidan Khalifah Utsman tersebar luas. Peristiwa ini menimbulkan perselisihan antara Sayyidina Ali dan Muawiyah yang telah mengorbankan banyak nyawa umat Islam.
Nailah berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Dia tidak berdandan, berhias, dan enggan meninggalkan kediaman suaminya. Ia memandang kesetiaan terhadap suami—walaupun sudah tiada—lebih besar dibandingkan bersama orang tua dan saudara perempuannya.
Setelah kematian suaminya, Nailah mengirim surat kepada Muawiyah. Isinya, "Jika dua golongan dari kaum itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Dan jika yang satu dari keduanya melanggar perjanjian kepada yang lain. Maka perangilah yang melanggar perjanjian itu sehingga mereka kembali kepada Allah."
Walaupun masa berkabung sudah berakhir, kesedihan tetap menyelubungi Nailah. Pinangan Muawiyah pun tidak pernah disambutnya. Sebagai penolakan, dia mematahkan gigi-giginya.
Aksi ini mengundang pertanyaan, "Mengapa kamu mematahkan gigimu yang indah?"
Nailah mengirim utusan kepada Jubair bin Hizam dan Huwaitib bin Abd Uzza untuk mengurus jenazah. Namun, mereka tidak berani memakamkan di siang hari. Pemakamanan khalifah setelah Umar bin Khathab ini dilakukan antara Maghrib dan Isya. Nailah mendahului sambil membawa lampu kecil untuk penerangan.
Kesyahidan Khalifah Utsman tersebar luas. Peristiwa ini menimbulkan perselisihan antara Sayyidina Ali dan Muawiyah yang telah mengorbankan banyak nyawa umat Islam.
Nailah berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Dia tidak berdandan, berhias, dan enggan meninggalkan kediaman suaminya. Ia memandang kesetiaan terhadap suami—walaupun sudah tiada—lebih besar dibandingkan bersama orang tua dan saudara perempuannya.
Setelah kematian suaminya, Nailah mengirim surat kepada Muawiyah. Isinya, "Jika dua golongan dari kaum itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Dan jika yang satu dari keduanya melanggar perjanjian kepada yang lain. Maka perangilah yang melanggar perjanjian itu sehingga mereka kembali kepada Allah."
Walaupun masa berkabung sudah berakhir, kesedihan tetap menyelubungi Nailah. Pinangan Muawiyah pun tidak pernah disambutnya. Sebagai penolakan, dia mematahkan gigi-giginya.
Aksi ini mengundang pertanyaan, "Mengapa kamu mematahkan gigimu yang indah?"
Nailah menjawab, "Aku tidak mau kesedihanku pada Utsman menjadi pudar sebagaimana pudarnya kain-kain buruk. Dan aku tidak mau lelaki lain mengetahui apa yang ada pada diriku, sebagaimana diketahui oleh Utsman."(ROL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar