Oleh: Fahrur Mu'is, M.Ag
Amar makruf dan nahi mungkar memiliki peranan penting dalam Islam. Hikmah yang terkandung di dalamnya pun tidak sedikit. Pertama, ia merupakan salah satu bentuk penyampaian hujjah bagi seluruh umat manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Dengan demikian, ketika turun musibah dan bencana mereka tidak bisa berdalih dengan tidak adanya orang yang memberikan peringatan dan nasihat kepada mereka. Kedua, orang-orang yang telah menjalankannya akan terlepas dari kewajiban untuk melaksanakannya.Ketiga, membantu saudara seiman untuk melaksanakan kebajikan. Keempat, salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan kepemimpinan di muka bumi.
Sebaliknya, akibat meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar pun tidak kalah banyak. Berikut ini di antaranya.
1. Timbulnya kerusakan di muka bumi
Allah berfirman:
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal: 25).
Azab Allah itu sangat pedih. Jika azab itu diturunkan di suatu tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang saleh maupun ahli maksiat. Dalam ayat ini, Allah memperingatkan kaum mukminin agar senantiasa membentengi diri mereka dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran.
Sebab, jika mereka meninggalkan amar makruf nahi mungkar, maka kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila kondisi sudah demikian, maka azab pun akan diturunkan kepada seluruh komponen masyarakat. Di antara kerusakan yang timbul akibat meninggalkan amar makruf nahi mungkar adalah sebagai berikut:
a. Para pelaku maksiat dan dosa akan semakin berani untuk terus melakukan perbuatan nistanya sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya, maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk dihilangkan.
b. Perbuatan mungkar akan menjadi baik dan indah di mata khalayak ramai, kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat.
c. Salah satu sebab hilangnya ilmu dan tersebarnya kebodohan. Karena tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun dari ahli agama yang mengingkarinya akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kebatilan. Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai perbuatan yang baik untuk dikerjakan. Selanjutnya, sikap menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dan mengharamkan hal-hal yamg dihalalkan-Nya semakin merajalela.
2. Menyebabkan turunnya siksa Allah
Di antara sebab turunnya siksa Allah adalah adanya kemungkaran yang merajalela, baik berupa kesyirikan, kemaksiatan, maupun kezaliman. Hal ini sebagaimana disebutkan Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy bahwa Rasulullah pernah mendatanginya dalam keadaan terkejut seraya berkata:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ. وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الإِبْهَامِ وَالَّتِى تَلِيهَا. قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ.
“Lâ ilâha illallâ! Celakalah bangsa Arab, karena kejelekan yang telah mendekat. Hari ini telah dibuka tembok Ya’juj dan Makjuj seperti ini–beliau melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuknya.” Kemudian Zainab berkata, “Apakah kita akan binasa wahai Rasulullah, padahal di sekitar kita ada orang-orang saleh?” Beliau menjawab, “Ya, jika kemungkaran itu sudah merajalela.” (HR. Muslim).
Makna al-khabas menurut Muthafa Dib al-Bugha dalam Al-Jami’ ash-Shahih al-Mukhtashar meliputi kefasikan, kejahatan, dan kemaksiatan. Ketiga hal tersebut juga tergolong dalam makna “mungkar” yang berarti setiap perkara yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dalam Al-Jawab al-Kafi, Ibnul Qayyim menukil perkataan Ali bin Abi Thali:
مَا نَزَلَ بَلاَءٌ إِلاََّ بِذَنْبٍِ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاََّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah itu menimpa, kecuali disebabkan dosa, dan musibah itu tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.”
Dari sini dapat dipahami bahwa tidak adanya amar makruf nahi mungkar akan menyebabkan tersebar luasnya kemungkaran. Banyaknya kemungkaran akan menyebabkan turunnya siksa Allah, meskipun di masyarakat tidak sedikit ditemukan orang-orang yang saleh.
3. Doa tidak dikabulkan
Akibat lain dari meninggalkan amar makruf nahi munkar adalah tidak dikabulkannya doa manusia. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar makruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya, akan tetapi Allah tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh al-Albani dalam Shahîhul Jâmi’).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan amar makruf nahi mungkar permintaannya tidak dikabulkan oleh Allah. Oleh karena itu, setiap Muslim hendaknya selalu berusaha untuk melakukan amar makruf nahi mungkar sesuai dengan kemampuannya.
4. Mendapatkan laknat dari Allah
Umat yang tidak melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar akan mendapatkan laknat dari Allah. Hal ini telah terjadi pada Bani Isra’il, sebagaimana telah disebutkan dalam firman Allah:
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”
(Al-Maidah: 78-79).
Dalam ayat tersebut Allah mengabarkan kepada kita tentang kemaksiatan yang menyebabkan Bani Israil dilaknat oleh Allah. Yaitu mereka melakukan kemungkaran dan tidak ada seorang pun dari mereka yang mencegah saudaranya dari kemaksiatan yang ia lakukan. Maka, para pelaku kemungkaran dan orang yang membiarkannya mendapatkan hukuman yang sama.
Ath-Thabari dalam tafsirnya berkata, “Dahulu orang-orang Yahudi dilaknat Allah karena mereka tidak berhenti dari kemungkaran yang mereka perbuat dan sebagian mereka juga tidak melarang sebagian lainnya dari kemungkaran tersebut.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar